Pekanbaru, Riau – Pemerintah semakin tegas dalam menertibkan kawasan hutan yang dikuasai secara ilegal. Tim Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) yang dipimpin oleh Kasum TNI Letjen TNI Richard Taruli H. Tampubolon, bersama Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) Dr. Febrie Adriansyah dan Kabareskrim Polri Komjen Pol Drs. Wahyu Widada, melakukan aksi nyata dengan menyita lahan seluas 5.764 hektar milik PT. Johan Sentosa di Kabupaten Kampar, Riau, Senin (26/02/2025).
Langkah ini merupakan bagian dari kebijakan nasional dalam menindak penguasaan hutan secara ilegal yang merugikan negara. Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau, bersama instansi terkait seperti Kemenhut, BPKP, dan Kemenkeu, turut serta dalam aksi tersebut guna memastikan bahwa lahan yang disita benar-benar kembali menjadi milik negara.
Negara Tidak Lagi Toleransi Pelanggaran
Dalam operasi tersebut, Tim Satgas PKH memasang plang penyitaan di kantor PT. Johan Sentosa, menandai bahwa lahan tersebut resmi diambil alih oleh negara. Penyitaan ini menjadi simbol keseriusan pemerintah dalam menyelesaikan masalah tata kelola hutan yang selama ini menjadi polemik.
“Kami ingin memastikan tidak ada lagi pihak yang merasa bebas menguasai lahan negara secara ilegal. Ini adalah bagian dari percepatan penyelesaian masalah kehutanan yang akan berdampak langsung pada penerimaan negara dan kesejahteraan masyarakat,” tegas Letjen TNI Richard Taruli H. Tampubolon.
Selain pemulihan aset, langkah ini juga bertujuan untuk menegakkan hukum, baik melalui jalur pidana, perdata, maupun administrasi. Pemerintah menegaskan bahwa siapa pun yang terlibat dalam penguasaan ilegal hutan akan diproses sesuai dengan aturan yang berlaku.
Dampak Besar Bagi Tata Kelola Kehutanan
Satgas PKH dibentuk berdasarkan Perpres Nomor 5 Tahun 2025 untuk menangani berbagai permasalahan tata kelola hutan yang mengancam aset negara. Upaya ini diharapkan tidak hanya menyelamatkan sumber daya alam, tetapi juga mendukung keberlanjutan lingkungan dan meningkatkan pendapatan negara.
Sebagai langkah strategis, telah ditunjuk sebanyak 20 Kejaksaan Tinggi di seluruh Indonesia sebagai posko koordinasi. Hal ini akan mempermudah pengawasan dan mempercepat proses penindakan hukum terhadap kasus serupa di berbagai daerah.
Kolaborasi lintas instansi ini menunjukkan bahwa negara serius dalam mengembalikan hak atas hutan yang selama ini dikuasai secara tidak sah. Dengan penindakan yang semakin masif, diharapkan praktik penguasaan ilegal kawasan hutan dapat diminimalisir, sehingga pengelolaan hutan Indonesia menjadi lebih baik dan berkelanjutan.