Sidang Lapangan PTPN IV vs KOPSSA-M Dikecam: Hakim Ogah Turun, Drone Ditolak, Petani Meradang

Palukeadilannews.com

Palukeadilannews.com-Pekanbaru – Sidang lapangan yang digelar dalam sengketa antara PTPN IV Regional 3 dan petani sawit anggota KOPSSA-M berujung pada kontroversi. Alih-alih memberikan pemeriksaan objektif, jalannya persidangan justru menimbulkan tanda tanya besar. Dua hakim anggota memilih duduk manis di dalam kendaraan, sementara hakim ketua lebih sibuk menaklukkan medan dengan motor trail pribadinya ketimbang meninjau kondisi kebun sawit yang dipersengketakan.

Sidang yang digelar pada Senin (3/2) hingga Selasa (4/2) ini diharapkan bisa menjadi momen bagi majelis hakim untuk melihat langsung kondisi lahan seluas 1.650 hektar yang dipersoalkan. Para petani menuduh PTPN IV lalai dalam kewajibannya menanam dan mengelola lahan sesuai perjanjian KKPA (Kemitraan Kebun Plasma). Namun, mereka justru kecewa berat dengan jalannya pemeriksaan.

Hakim Anggota Santai, Hakim Ketua Trabas dengan Motor Trail

Keanehan pertama muncul ketika dua hakim anggota, Aulia Fhatma Widhola, SH, MH, dan Ridho Akbar, SH, MH, tidak ikut turun ke lokasi. Mereka hanya menunggu di dalam kendaraan, seolah-olah sidang lapangan bisa dilakukan dari kejauhan.

Sementara itu, hakim ketua Soni Nugraha, SH, MH, terlihat begitu antusias. Namun, antusiasmenya justru mengundang cemoohan. Dengan menggunakan motor trail pribadinya, ia hanya meninjau titik-titik yang ditunjukkan oleh pihak tergugat.

"Pak hakim ini nampaknya ke sini hanya gagah-gagahan dan menyalurkan hobi trabas saja. Tempat yang terbengkalai tak mau ditengok, yang ditinjau hanya lahan yang tertanam saja," ujar seorang petani dengan nada kecewa.

Bahkan, beberapa kali hakim Soni terjatuh dari motornya, tetapi tetap ngotot melanjutkan pemeriksaan dengan cara yang sama. Hal ini semakin memperkuat anggapan bahwa ia tidak serius dalam meneliti fakta di lapangan.

Drone Ditolak, Bukti Lapangan Dipertanyakan

Keanehan tak berhenti di situ. Saat pihak tergugat mengusulkan penggunaan drone untuk mendapatkan gambaran lebih luas tentang kondisi lahan yang sulit dijangkau, hakim ketua dengan tegas menolak.

Kuasa hukum KOPSSA-M, Armilis SH, berulang kali meminta agar drone digunakan demi transparansi pemeriksaan, namun ditolak mentah-mentah.

Penolakan ini memicu kritik dari aktivis hukum Guntur Abdurrahman, SH, MH. Ia menyayangkan sikap hakim yang seolah menutup diri dari teknologi yang bisa membantu memperjelas keadaan di lapangan.

"Ada adagium hukum, het recht hinkt achter de feiten aan, hukum akan selalu tertinggal dari fakta. Seharusnya, hakim bersikap terbuka terhadap teknologi yang bisa mendukung keadilan, bukan justru menghambatnya," tegasnya.

Masyarakat Minta Pengawasan Lebih Ketat

Dengan berbagai kejanggalan yang terjadi, masyarakat dan para petani meminta agar Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung turun tangan untuk mengawasi kasus ini. Mereka khawatir sidang ini hanya menjadi formalitas yang berpihak pada perusahaan.

"Kami hanya ingin keadilan. Jangan sampai peradilan ini menjadi permainan yang mengorbankan hak-hak kami," ujar seorang tokoh adat setempat.

Sidang lapangan yang seharusnya menjadi kesempatan bagi hakim untuk melihat kondisi sebenarnya justru berubah menjadi tontonan penuh kejanggalan. Kini, semua mata tertuju pada keputusan majelis hakim. Akankah keadilan berpihak pada yang benar, atau justru tenggelam dalam kepentingan pihak tertentu?

 

Tags